Oleh: Rabiatul Adawiah

Filariasis atau elephantiasis atau penyakit kaki gajah, adalah penyakit yang disebabkan infeksi cacing filaria yang ditularkan melalui gigitan nyamuk, dapat menyebabkan kecacatan, stigma, psikososial dan penurunan produktivitas penderitanya dan lingkungannya. Diperkirakan kerugian ekonomi mencapai 43 trilyun rupiah, jika tidak dilakukan Pemberian Obat Massal Pencegahan filariasis (Kementrian Kesehatan, 2009)

Ditargetkan pada tahun 2020 Indonesia dapat menjadi salah satu Negara yang bebas penyakit ini. Pemerintah bertekad mewujudkan Indonesia bebas penyakit kaki gajah tahun 2020. Hal tersebut dilakukan melalui Bulan Eliminasi Penyakit Kaki Gajah (BELKAGA), dimana setiap penduduk kabupaten/kota endemis kaki gajah serentak minum obat pencegahan setiap bulan Oktober selama 5 tahun berturut-turut (2015-2020) (Antara News Com, 2016)

Berdasarkan data kemenkes RI, Indonesia tahun 2018 telah ditemukan 12.677 penderita filariasis kronis yang tersebar di 34 propinsi. Penyakit ini endemis pada 236 kabupaten/kota dan 278 kabupaten/kota non endemis di Indonesia, dari jumlah tersebut 105 kabupaten/kota telah melaksanakan POPM selama 5 tahun, 131 kabupaten/kota sedang melaksanakan POPM, 22 kabupaten/kota telah menerima sertifikat eliminasi filariasis dan 83 kabupaten/kota sedang melaksanakan pre TAS/TAS/Surveilans pasca POPM.

Data kasus kronis filariasis dari tahun ke tahun cenderung meningkat pada tahun 2010 sebanyak 11.969 kasus, tahun 2011 sebanyak 12.066 kasus, tahun 2012 sebanyak 11.903 kasus, tahun 2013 sebanyak 12.714 dan tahun 2014 sebanyak 14.932 kasus. Dari data tersebut menunjukkan dari tahun 2010 sampai dengan 2014 kasus klinis filariasis berfluktuasi dan cenderung meningkat, hal ini disebabkan masih banyaknya kasus baru yang ditemukan seiring dengan kabupaten/kota yang melaksanakan pendataan sasaran sebelum POPM Filariasis.

Kabupaten Hulu Sungai Tengah Provinsi Kalimantan Selatan merupakan salah satu kabupaten yang sudah melaksanakan program pemberian obat massal pencegahan penyakit filariasis  tahun ke-5. Waktu pelaksanaan kegiatan tanggal 24-29 April 2019. Tempat pelaksanaan di Desa Limpasu Kecamatan Limpasu sebagai desa sentinel, Desa Kambat Utara Kecamatan Pandawan sebagai desa spot.  Pre-TAS dilaksanakan di Desa Limpasu sebagai desa sentinel sebanyak 351 responden dan di  Desa Kambat Utara sebagai Desa spot check sebanyak 307 responden. Total semua responden 658 responden.

Dari  hasil survei diperoleh  Pre-TAS yang dilakukan di Desa sentinel sebanyak 351 orang terdiri dari Laki-laki  44%, perempuan sebanyak 56%,satu orang positif mikrofilaria. Sedangkan di Desa spot check sebanyak 307 orang terdiri dari Laki-laki  46%, perempuan sebanyak 54%, semua dinyatakan negatif.

Hasil Pre-TAS di desa sentinel sebanyak 351 responden, mayoritas umur 11-20 tahun sebanyak 31%, disusul kelompok umur 31-40 tahun sebanyak 24%, umur 41-50 tahun 19%, umur 21-30 tahun sebanyak 14%, umur 5-10 tahun sebanyak 11% dan terakhir penderita umur >50 tahun sebanyak 1%. Sedangkan di desa Spot check sebanyak 307 responden, mayoritas umur 11-20 tahun dan kelompok umur 31-40 tahun sebanyak 23%, disusul oleh umur 41-50 tahun sebanyak 21%, umur 21-30 tahun 18%, umur 5-10 tahun sebanyak 14%, dan terakhir penderita umur diatas 50 tahun sebanyak 1%.

Hasil Pemeriksaan Mikroskopis

Dari tabel diatas dapat dilihat hasil pemeriksaan mikroskopis Pre-TAS di desa sentinel dan desa spot check di Kabupaten Hulu Sungai Tengah dinyatakan satu orang positip. Dengan angka mikrofilaria ratenya (Mf rate) sebesar 0,28% untuk desa sentinel dan 0% untuk desa spot. Sesuai dengan ketentuan apabila mikrofilaria rate <1 % dapat melanjutkan ketahap selanjutnya yaitu TAS (Transmission Assessment Survei).

Perhitungan kepadatan rata-rata mikrofilaria 

                    = 283,9

Kesimpulan

Survei evaluasi prevalensi mikrofilaria pasca POPM (Pre-TAS) di Kabupaten Hulu Sungai Tengah  tahun 2019, dapat disimpulkan sebagai berikut:

  1. Total Responden pada desa sentinel dan desa spot check sebanyak 666 responden.
  2. Desa sentinel, dari 351 responden sebagai berikut:

Menurut kelompok umur, mayoritas responden berumur 11-20 tahun sebanyak 31%, disusul kelompok umur 31-40 tahun sebanyak 24%, umur 41-50 tahun 19%, umur 21-30 tahun sebanyak 14%, umur 5-10 tahun sebanyak 11% dan terakhir penderita umur >50 tahun sebanyak 1%.

  • Desa spot check dari 359 responden sebagai berikut:

Menurut kelompok umur, mayoritas umur

11-20 tahun sebanyak 23% dan kelompok umur 31-40 tahun, disusul oleh umur 41-50 tahun sebanyak 21%, umur 21-30 tahun 18%, umur 5-10 tahun sebanyak 14%, dan terakhir penderita umur diatas 50 tahun sebanyak 1%.

  • Dari hasil pemeriksaan mikroskopis diperoleh hasil satu orang positif mikrofilaria (0,28%), dengan demikian angka mikrofilaria rate (Mf rate) <1% untuk selanjutnya perlu dilakukan  TAS (Transmission Assessment Survei), untuk mengetahui ada tidaknya penularan.

Saran

  1. Dinkes Kabupaten Hulu Sungai Tengah:
  2. Perlu segera dilakukan pengobatan sesuai standar pada hasil pemeriksaan.
  3. Persiapan pelaksanaan evaluasi lanjutan berupa TAS (Transmission Assessment Survei) dengan melakukan pendataan jumlah sekolah SD/MI/sederajat beserta anak sekolah berumur 6–7 tahun (kelas 1 dan 2) secara akurat di wilayah Kabupaten Hulu Sungai Tengah.
  4. Melakukan penyuluhan terhadap masyarakat secara berkesinambungan.
  5. Masyarakat  Kabupaten Hulu Sungai Tengah:
  6. Waspada dan menjaga lingkungan sekitar seperti menghindari gigitan nyamuk (mengurangi kontak dengan vektor) misalnya menggunakan kelambu sewaktu tidur, menutup ventilasi dengan kasa nyamuk, menggunakan obat nyamuk, mengoleskan kulit dengan obat anti nyamuk, menggunakan pakaian panjang yang menutupi kulit, tidak memakai pakaian berwarna gelap karena dapat menarik nyamuk.
  7. Memberantas sarang nyamuk/perindukan nyamuk penular filariasis dengan cara 3M.***[Rabiatul Adawiah]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *