Oleh Restiana

Cakupan pengobatan yang dilaporkan setiap selesai kegiatan POPM bertujuan untuk memonitor pelaksanaan POPM tersebut, yang diikuti oleh sebuah survei untuk menilai cakupan berdasarkan pengakuan responden survei, yang dilakukan paling sedikit sekali di POPM putaran pertama. Cakupan pemberian obat didefinisikan sebagai proporsi individu yang meminum obat/kombinasi obat di satu populasi tertentu, dinyatakan dalam persentase. Untuk kegiatan survei cakupan di Kabupaten Bulungan dilaksanakan pada tanggal 04-10  Desember 2018.

Penentuan Desa / Klaster

Berdasarkan metode survei yang diterapkan yaitu klaster berbasis populasi (Population Based Cluster Survey) terpilih 30 klaster/desa survei di Kabupaten Bulungan tahun 2018, dengan cara sampling acak secara proporsional. Untuk penentuan interval sampling, dengan cara membagi total jumlah penduduk di Kabupaten Bulungan  yaitu jumlah kumulatif penduduk 138.878 / 30 = 4.629,27 (dibulatkan menjadi 4.629), maka didapatkan interval sampling di Kabupaten Bulungan yang dimulai dari desa Long Yin dengan jumlah kumulatif penduduk 437, ditambahkan interval sampling sebesar 4.629. Untuk tiap desa/klaster dipilih 10 rumah yang dijadikan sasaran wawancara dengan menentukan titik pusat misal Masjid (dan lain-lain), dimulai dari titik pusat dan seterusnya kerumah lain/pintu terdekat sehingga diperoleh 300 rumah untuk survei ini.

Analisa data

Dari 30 klaster diperoleh responden sebanyak 1294 orang, dimana jumlah anggota keluarga yang jadi sasaran pengobatan massal (POMP) filariasis sebanyak 1173 orang. Jumlah sasaran terima obat 1137 orang. Dari jumlah sasaran yang terima obat tersebut hanya 1074 orang yang minum obat. Sedangkan 220 responden dengan alasan tidak minum obat,  karena bukan sasaran 121 orang dan sasaran tapi tidak minum sebanyak 99 orang.

Hasil survei menunjukkan bahwa sasaran tidak minum obat pada survei cakupan POPM Filariasis di Kabupaten Bulungan tahun 2018 sebanyak 99 orang dengan rincian sasaran tidak dapat obat 36 orang (36.36%) dan dapat obat tetapi tidak minum sebanyak 63 orang (63,36%).

Berdasarkan laporan pelaksanaan POPM filariasis tahun ke 3 pada tahun 2018 di Kabupaten Bulungan, semua puskesmas dapat dijadikan lokasi survey cakupan yaitu Puskesmas Long Bang, Puskesmas Long Yin, Puskesmas Tanjung Palas, Puskesmas Antutan, Puskesmas Tanah Kuning, Puskesmas Tanjung Selor, Puskesmas Bumi Rahayu, Puskesmas Salimbatu, Puskesmas Sekatak Buji, Puskesmas Bunyu, Puskesmas Long Belua dan Puskesmas Pimping.

Survei cakupan adalah merupakan sebuah instrument dasar bagi pengelola program untuk mengidentifikasi masalah akan melakukan upaya perbaikan. Survei ini juga sebuah cara untuk melakukan verifikasi terhadap laporan angka cakupan pengobatan melalui metode survei klaster berbasis populasi,  dihitung berdasarkan jumlah semua individu di  keluarga-keluarga terpilih untuk disurvei yang meminum obat yang dibagikan saat POPM, dibandingkan dengan jumlah seluruh individu yang tinggal di rumah yang dapat memberi informasi tentang minum obat (sasaran). POPM dinyatakan efektif jika mencapai laporan cakupan pengobatan epidemiologis yang adekuat, yaitu paling sedikit 85% (WHO) dari seluruh penduduk di kabupaten yang melaksanakan minum obat. Berdasarkan laporan dari Dinas Kesehatan Bulungan cakupan POPM filariasis sebesar 97,45%, namun berdasarkan hasil survei BBTKLPP Banjarbaru tahun 2018, sebesar 94,45%. Dapat disimpulkan bahwa laporan cakupan pengobatan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Bulungan lebih tinggi dibandingkan hasil survei cakupan pengobatan yang dilakukan oleh BBTKLPP Banjarbaru.

Analisis Daftar Pertanyaan

Dari seluruh jumlah keluarga yang diwawancara (300 kepala keluarga) masih banyak sasaran tapi tidak minum obat dengan alasan menolak, tidak tahu POPM, pergi dan tidak tersedia obat. Untuk responden yang menolak minum obat, karena mendengar informasi sebagian responden merasakan adanya keluhan setelah minum obat, baik berupa pusing dan mual, sehingga perlu penyampaian pesan- pesan baik melalui materi KIE yang dapat diserap dan dipahami masyarakat untuk dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang POPM, yang nantinya akan dapat meningkatkan kualitas pelaksanaan POPM, berdasarkan tingkat kepuasan masyarakat, guna meningkatkan strategi pelaksanaan POPM berikutnya dan kepatuhan minum obat.

Kejadian Ikutan Pasca Pengobatan

Dari seluruh jumlah kepala keluarga yang diwawancarai terdapat reaksi pasca pengobatan yang dirasakan oleh masyarakat yang meminum obat, dimana jumlah penduduk dengan kejadian ikutan pasca POPM filariasis sebanyak 203 orang (18.90%) dengan rincian jenis keluhan yang dirasakan adalah ; merasa pusing sebanyak 63 orang (31,03%), merasa ngantuk sebanyak 127 orang (62.56%), demam sebanyak 3 orang (0,64%), mual sebanyak 35 orang (17,24%), muntah sebanyak 2 orang (0,99%), lemas  sebanyak 1 orang (0,49%),  sedangkan kejadian ikutan pasca POPM lainnya tidak ditemukan.

KESIMPULAN

  1. Hasil survei cakupan POPM filariasis di Kabupaten Bulungan yang dilaksanakan oleh BBTKLPP Banjarbaru pada tahun 2018 dapat disimpulkan sebagai berikut :
  2. Jumlah sasaran sebanyak 1173, dengan jumlah sasaran menerima obat 1137 orang dan jumlah sasaran minum obat 1074 orang.
  3. Persentase Cakupan POPM filariasis di Kabupaten Bulungan adalah 94,45%.
  4. Perbandingan hasil laporan cakupan POPM filariasis oleh Kabupaten Bulungan dan hasil survei cakupan POPM filariasis oleh BBTKLPP Banjarbaru yang meliputi 12 Puskesmas tersebut adalah 97,45% : 94,45%.
  5. Laporan Cakupan Pengobatan lebih tinggi di banding hasil Survei Cakupan pengobatan filariasis.

REKOMENDASI

Laporan Cakupan Pengobatan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Bulungan lebih tinggi (97,45%) dibanding hasil Survei Cakupan Pengobatan oleh BBTKLPP Banjarbaru (94,45%), maka disarankan hal-hal sebagai berikut :

  1. Telusuri pencatatan dan pelaporan, kemungkinan salah mencatat.
  2. Meningkatkan kemampuan dan motivasi kader dan petugas, pelatihan dan supervisi.
  3. Tanyakan kepada kader, apakah benar ada penduduk dari luar daerah yang terdata sebagai penduduk sasaran.
  4. Follow up penduduk sasaran yang belum mendapatkan obat pada saat belkaga tahun sebelumnya dan pastikan penduduk sasaran tersebut meminum obat di kegiatan tahun berikutnya.
  5. Membuat media sosialisasi melalui materi KIE seperti spanduk, brosur dan leaflet dengan menggunakan bahasa lokal/daerah agar  informasi  dapat diserap dan dipahami masyarakat sehingga tujuan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang POPM dapat tercapai.***[Diyah Mulyani]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *