Kementerian Kesehatan RI telah mencanangkan Program Eliminasi Filariasis Tahun 2020 dan Eliminasi Malaria Tahun 2030, sehingga dalam rangka pencapaian target regional P2P sesuai dengan kesepakatan regional dan global maka diperlukan upaya peningkatan kompetensi teknis entomolog sebagai ujung tombak pengendalian vektor.

Pentingnya entomolog memiliki pengetahuan dan skill yang baik dalam pelaksanaan survei vektor, metodologi konfirmasi vektor serta pemetaan vektor filariasis, malaria dan penyakit tular vektor lainnya, dalam mendukung program  menjadi latar belakang dilakukannya pertemuan koordinasi teknis instalasi entomologi yang ada di B/BTKLPP dan KKP. Dengan memperkuat dan memantapkan kompetensi teknis petugas entomolog B/BTKLPP, KKP regional dan Dinas Kesehatan di wilayah layanan. Dari pertemuan ini, diharapkan dapat lebih meningkatkan peran BBTKLPP dan KKP dalam program pencegahan dan pengendalian penyakit tular vektor.

Kegiatan “Koordinasi Instalasi Entomologi Tahun 2018” dilaksanakan pada tanggal 14-16 Maret 2018 di Hotel Novotel Grand Dafam. Kegiatan dimulai pada hari Rabu tanggal 14 Maret 2018. Jam 10.00 wita peserta melakukan registrasi. Pada malam hari acara pembukaan dimulai dengan laporan penyelenggara pertemuan oleh ketua panitia, dilanjutkan sambutan Direktur P2PTVZ yang disampaikan oleh Kepala BBTKLPP Banjarbaru sekaligus membuka pertemuan tersebut. Kegiatan kemudian dilanjutkan paparan tentang kebijakan  dan strategi upaya pencegahan dan pengendalian vektor dalam mendukung eliminasi filariasis dan malaria yang disampaikan oleh Kasubdit PV & BPP Direktorat P2PTVZ

Pada hari Kamis tanggal 15 Maret 2018 dilakukan penyampaian paparan mengenai peran BBTKLPP dalam program pengendalian vektor dengan pembicara adalah Kepala BBTKLPP Banjarbaru, dilanjutkan paparan dari Kasubdit PV & BPP tentang peran entomolog kesehatan dalam menerapkan Permenkes No.50 Tahun 2017, session ini dimoderatori oleh Kepala Bidang Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan BBTKLPP Banjarbaru.

Dalam paparannya Kepala BBTKLPP Banjarbaru menjelaskan bahwa BBTKLPP Banjarbaru ditunjuk oleh Dirjen P2P sebagai Pusat Layanan Unggulan Surveilans Penyakit Menular (PLUSPM) dengan diterbitkannya SK Dirjen P2P No. HK.02.02/I/2632/2017. Tujuan umum dari PLUSPM ini adalah meningkatnya layanan masyarakat dalam upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit di wilayah layanan. Sedangkan Tujuan khususnya adalah meningkatnya layanan surveilans penyakit menular (malaria, DBD dan filaria lalu lepto dan hepatitis virus), dan meningkatnya kemampuan  dalam pelaksanaan surveilans penyakit menular (malaria, DBD dan filaria, lalu lepto dan hepatitis virus). BBTKLPP Banjarbaru menuju laboratorium kesehatan masyarakat akan memerlukan dukungan keahlian, sarana prasarana termasuk laboratorium itu sendiri. Pelaksanaan kegiatan BBTKLPP Banjarbaru diantaranya adalah survei perilaku vektor DBD di Kabupaten Tabalong dan Kabupaten Kapuas, dan teknologi pengendalian vektor berupa Light Trap (pengendalian vektor nyamuk), dan Ovitrap bambu (pengendalian vektor Aedes spp).

Paparan berikutnya adalah tentang peran entomolog kesehatan dalam menerapkan Permenkes No. 50 Tahun 2017 yang disampaikan oleh Kasubdit PV & BPP berisi tentang situasi penyakit tular vektor dan zoonotik, masalah dan tantangan vektor binatang pembawa penyakit, dan pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit. Sehingga pengendalian vektor harus dilakukan secara terintegrasi/terpadu agar lebih efektif, ekonomis, berkelanjutan dan cakupan yang luas, serta keberhasilan pengendalian vektor terpadu harus didukung dengan perencanaan yang matang dan pelaksanaan dan komitmen yang tinggi lintas sektor dan lintas program.

Panel 2 disampaikan oleh BBPVRP Salatiga dengan materi survei reseptivitas malaria dan dilanjutkan dengan materi survei vektor (filariasis, malaria, DBD) dan konfirmasi vektor. surveilans vektor merupakan satu kegiatan penting dalam eliminasi malaria baik untuk penentuan dan target intervensi pada fokus penularan malaria dan memonitor pengaruh intervensi. Surveillans vektor adalah kegiatan sangat kritis/critical, sehingga perlu dipandu target intervensi pada focus tertentu, monitoring bionomik vektor, termasuk kelimpahan/ kepadatan, perilaku mencari darah (feeding) dan istirahat (resting), serta resistensi insektisida.

Survei dan konfirmasi vektor ada 2 cara yang sering dilakukan yaitu secara konvensional (pebedahan kelenjar ludah nyamuk) dan secara elisa (enzym linked immunosorbent assay).

Session tanya jawab BTKL Makasar menanyakan bahwa BTKLPP Makasar pernah melakukan survei perilaku vektor malaria, apakah nyamuknya lebih baik dibawa ke laboratorium kantor ataukah tetap di lapangan ? Bagaimana dengan survei DBD pagi hari apakah ada perlakuan khusus untuk nyamuk culex ? Apakah nyamuk boleh dibius dengan chloroform? Kemudian BTKL Batam menanyakan apakah pada surveI reseptivitas dialokasikan waktu sebanyak 2 hari apakah itu cukup untuk mewakili kegiatan tersebut? untuk survei perilaku nyamuk penyebab Filariasis, bolehkah dilakukan pagi hari karena kalau malam tidak ada kontak dengan manusia. Sedangkan BTKLPP Palembang menanyakan tentang metodologi pengambilan sampel/survei malaria, ada 1/3 Puskesmas endemis malaria bagaimana cara penentuan sampelnya?

 

MATERI GIS

Materi Geographic Information System (GIS) yang disampaikan oleh bagian akademisi dari Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Menjelaskan bahwa arti penting pemetaan dalam epidemiologi yaitu pemetaan memberikan gambaran hubungan spasial antar unsur-unsur epidemiologi, hubungan spasial atau ke ruangan ini membutuhkan perangkat yang mampu menggambarkan secara baik dan memodelkannya dalam pandang ke ruangan, karena keberadaan suatu fenomena berkaitan dengan keberadaan fenomena lainnya, peta yang saat ini berkembang sebagai GIS (Geographical Information Systems)/SIG (Sistem informasi Geografis), membantu memberikan gambaran keberadaan objek atau fenomena dan selanjutnya dapat melakukan analisis secara keruangan yang diwujudkan menjadi model spasial dan dikelola dan diolah secara spasial.

Yang perlu diperhatikan dalam pembuatan peta adalah format data benar dan sama standarnya, agar bisa diaplikasikan, sesuai dengan standar yang berlaku, dan jika dilakukan (dalam aplikasi yang sama umumnya sudah disesuaikan dengan format aplikasi tersebut).

 

Kesimpulan

  1. Permenkes No. 50 Tahun 2017 tentang Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan Dan Persyaratan Kesehatan Untuk Vektor Dan Binatang Pembawa Penyakit Serta Pengendaliannya perlu lebih disosialisasikan.

 

  1. Pemahaman mengenai survei nyamuk yang telah dilaksanakan masing-masing peserta berbeda.
  2. Program 1 rumah 1 jumantik agar lebih ditingkatkan dengan memperhatikan kendala-kendala di lapangan.
  3. BBTKLPP Yogyakarta memfasilitasi pembuatan rencana operasional kegiatan pemetaan reseptivitas malaria.
  4. Setiap kegiatan survei sebaiknya menggunakan GPS dalam menentukkan titik koordinat untuk memetakan kegiatan yang dilaksanakan.

 

Rencana Tindak Lanjut

Berdasarkan paparan narasumber pada pertemuan ini, maka dirumuskan butir-butir kesepakatan sesuai tugas dan peran masing-masing sebagai langkah percepatan program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit antara lain sebagai berikut:

  1. Direktorat PPTVZ Ditjen P2P
  1. Perlunya pembinaan serta peningkatan kuantitas dan kualitas entomologi kesehatan secara berkala baik di tingkat nasional, regional, provinsi dan kabupaten atau kota.
  2. Perlunya dibentuk organisasi profesi entomologi kesehatan dan ditingkatkan peran organisasi profesi entomologi kesehatan
    1. B/BTKLPP
  3. Melakukan sinkronisasi dan koordinasi program/kegiatan pengendalian penyakit tular vektor zoonotik di wilayah layanan.
  4. Laboratorium rujukan dalam hal konfirmasi vektor di wilayah layanan
  5. Memfasilitasi pertemuan koordinasi teknis instansi entomologi secara bergantian pada B/BTKLPP setiap tahunnya.
  6. Melakukan peningkatan SDM dalam rangka mendukung pengendalian dan pencegahan penyakit tular vektor dan zoonotik.
  7. Memfasilitasi kegiatan peningkatan SDM entomologi kesehatan di wilayah layanan
  8. Optimalisasi fungsi entomolog kesehatan dalam kegiatan pengendalian vektor di wilayah layanan.
  9. Membentuk jejaring kerja entomologi kesehatan di wilayah layanan.
    1. Dinkes Provinsi/Kab/Kota
  10. Optimalisasi peran entomologi kesehatan dalam kegiatan pencegahan dan pengendalian penyakit tular vektor dan binatang pembawa penyakit.
  11. Sharing data tentang program pencegahan dan pengendalian penyakit tular vektor dan binatang pembawa penyakit dengan B/BTKLPP dan KKP di wilayahnya.
  12. Upaya pencegahan dan pengendalian penyakt tular vektor zoonotik secara konprehensif.
  13. Mengalokasikan anggaran di APBD dan DAK NON FISIK/FISIK serta sumber dana lain yang tidak mengikat untuk upaya pencegahan dan pengendalian penyakit tular vektor zoonotik secara komprehensif.
    1. Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP)
  14. Melakukan kegiata pengendalian vektor di wilayah pelabuhan, bandara dan lintas batas darat serta berkoordinasi dengan lintas sektor terkait terdekat
  15. Sharing data tentang program pencegahan dan pengendalian penyakit tular vector dengan B/BTKLPP dan Dinas kesehatan Prov/Kab/Kota di wilayahnya
  16. Melakukan peningkatan kualitas SDM
  17. Mengirim sampel hasil vektor dan binatang pembawa penyakit ke B/BTKLPP
    1. Poltekkes Banjarmasin
      1. Melakukan fasilitasi dalam pengembangan SDM (diklat teknis) fungsional entomologi.
      2. Meningkatkan kemampuan mahasiswa di bidang pengendalian vektor melalui penulisan karya tulis.

 

Dengan adaya kegiatan pertemuan koordinasi teknis instalasi entomologi dalam menunjang eliminasi filariasis dan malaria tahun 2018 diharapkan peserta pertemuan dapat menerapkan materi yang didapat dari pertemuan ini dalam pelaksanaan program pengendalian tular vektor dan zoonotik.

Untuk tahun berikutnya pertemuan serupa diharapkan dapat dilaksanakan baik secara nasional maupun regional, sebagai upaya peningkatan kompetensi entomolog kesehatan.[Risdiana Sandi]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *