Oleh: Wasul Falah
Berdasarkan informasi yang ada bahwa pada tahun 2017 untuk Provinsi Kalimantan Timur estimasi kasus TB sebesar 16.369 kasus dan cakupan penemuan 5.430 kasus sehingga cakupan penemuan kasus TB terhadap penemuan TB terhadap estimasi TB sebesar sebesar 33,2%.
Penyakit tuberkolosis (TB atau TBC) menyebar secara mudah lewat udara dan merupakan salah satu penyakit menular yang banyak menjangkiti penduduk Indonesia. Penularan yang mudah melalui percikan ludah, maka tempat-tempat dengan kondisi hiegiene sanitasi, pencahayaan, kebersihan dan kepadatan hunian, dapat meningkatkan risiko terjadi penularan TB Paru, seperti halnya pada rumah tahanan negara (rutan) dan lembaga permasyarakatan (lapas), dengan kondisi hunian yang sangat padat, menyebabkan penyebaran TB lebih parah. Menurut catatan World Health Organization (WHO) tentang risiko penularan atau Annual Risk of Tubercolusus Infection (ARTI) atau prevalensi TB pada masyarakat umum berkisar antara 1-3%.
Sedangkan prevalansi TB di rutan dan lapas Indonesia pada tahun 2012 terdapat 1,9 persen populasi masyarakat rutan Indonesia terinfeksi TB, kemudian meningkat menjadi 4,3 persen tahun 2013, dan menjadi 4,7 persen pada tahun 2014. Data dari Dirjen Bina Kesehatan dan Perawatan Narapidana Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, bahwa alasan banyaknya penyebaran TB di lingkungan rutan dan lapas adalah karena fasilitas yang kurang memadai pada rutan dan lapas. Terdapat 463 rutan di Indonesia yang berkapasitas 105 ribu orang namun rata-rata diisi sampai 160 ribu orang. Menurut data sistem database permasyarakatan bulan mei tahun 2018, Lapas Kelas II A Balikpapan over kapasitas 414% (Tahanan dan napi 956 orang, kapasitas 186 orang).
Berdasarkan uraian di atas maka tempat-tempat seperti lapas/rutan merupakan lingkungan dengan populasi yang terkonsentrasi pada tempat dan waktu yang sama, sehingga merupakan salah satu lingkungan potensial terjadi penularan TB Paru. Oleh karena itu dipandang perlu dilakukan kajian untuk mengetahui besaran masalah TB Paru di tempat – tempat khusus antara lain lapas/rutan, serta faktor risiko yang memperngaruhi terjadinya penularan TB Paru di lapas/rutan.
Kajian Faktor Risiko Kejadian TB di Lapas Kelas II A Balikpapan di Kota Balikpapan provinsi Kalimantan Timur pada tanggal 16 – 20 Juli 2018.
- Karakteristik Responden
Total responden dalam kajian ini sebanyak 322 orang. Karakteristik responden menurut umur, responden termuda adalah 15 tahun dan umur tertua adalah 69 tahun, berdasarkan golongan umur paling banyak adalah 25–34 tahun sebanyak 113 orang (35,1%), umur 35–44 tahun sebanyak 105 orang (32,6%), umur 15–24 tahun sebanyak 55 orang (17,1%), umur 45–54 tahun sebanyak 29 orang (9,0%), umur ≥ 55 tahun sebanyak 20 orang (6,2%) dan umur ≤ 14 tahun sebanyak 0 orang (0%). Sedangkan karakteristik responden menurut jenis kelamin didominasi oleh laki-laki sebanyak 322 orang (100%) adapun responden perempuan tidak ada (0%).
Sedangkan untuk tingkat pendidikan responden, terbanyak adalah lulusan SLTA dan sederajat sebanyak 131 orang (40,7%), sedangkan paling sedikit adalah yang tidak sekolah, yaitu 13 orang (4,0%). Variabel lamanya tinggal di lapas dibagi menjadi 2 yaitu yang tinggal <6 bulan sebanyak 87 0rang (27,0%) dan yang tinggal ≥6 bulan sebanyak 305 orang (73,0%).
Variabel status gizi dibagi menjadi 2 yaitu gizi kurang apabila perhitungan status gizinya <18 sebanyak 0 orang (0%) dan gizi lebih sebanyak ≥18 sebanyak 322 orang (100%). Untuk variabel meludah sembarangan dibagi menjadi 2 yaitu yang menjawab “Ya” (berisiko) sebanyak 9 orang (2,8%) dan yang menjawab “Tidak” (kurang berisiko) sebanyak 313 orang (97,2%). Sedangkan variabel responden yang telah imunisasi BCG dibagi menjadi 3 yaitu yang menjawab “Ya” sebanyak 171 orang (53,1%), yang menjawab “Tidak” sebanyak 120 orang (37,3%) dan yang menjawab “Tidak Tahu” sebanyak 31 orang (9,6%).
Variabel kepadatan hunian dibagi menjadi 2 yaitu kepadatan <8 orang m2 dan (kurang berisiko) sebanyak 0 orang (0%) dan kepadatan >8 orang m2 (berisiko) sebanyak 322 orang (100%). Untuk variabel ventilasi kamar dibagi menjadi 2 yaitu yang menjawab “Ada” (kurang berisiko) sebanyak 320 orang (99,4%) dan yang menjawab “Tidak Ada” (berisiko) sebanyak 2 orang (0,6%). Sedangkan variabel pengguna bong dibagi menjadi 2 yaitu yang menjawab “Ya” (Berisiko) sebanyak 242 orang (75,2%) dan yang menjawab “Tidak” (Tidak berisiko) sebanyak 80 orang (24,8%).
Variabel penderita HIV/AIDS dibagi menjadi 3 yaitu yang menjawab “Ya” sebanyak 1 orang (0,3%), yang menjawab “Tidak” sebanyak 257 orang (79,8%) dan yang menjawab “Tidak Tahu” sebanyak 64 orang (19,9%). Untuk variabel penderita Hepatitis C dibagi menjadi 3 yaitu yang menjawab “Ya” sebanyak 5 orang (1,6%), yang menjawab “Tidak” sebanyak 226 orang (70,2%) dan yang menjawab “Tidak Tahu” sebanyak 91 orang (28,3%). Sedangkan variabel penderita Diabetes Melitus dibagi menjadi 3 yaitu yang menjawab “Ya” sebanyak 4 orang (1,2%), yang menjawab “Tidak” sebanyak 222 orang (68,9%) dan yang menjawab “Tidak Tahu” sebanyak 96 orang (29,8%).
Variabel teman sekamar menderita TB Paru dibagi menjadi 3 yaitu yang menjawab “Ya” sebanyak 12 orang (3,7%), yang menjawab “Tidak” sebanyak 309 orang (96.0%) dan yang menjawab “Tidak Tahu” sebanyak 1 orang (0,3%).
Selain variabel di atas ada beberapa variabel tambahan responden yang berisiko sebagai penular TB Paru yaitu riwayat pernah menderita TB Paru sebanyak 5 orang (2,0%), pengobatan TB Paru sebanyak 2 orang (0,6%), pengobatan 6 bulan (tuntas) sebanyak 0 orang (0%), mengetahui menderita TB Paru sebanyak 3 orang (0,9%), sedang menjalani pengobatan TB Paru sebanyak 3 orang (0,9%), riwayat keluarga menderita TB Paru sebanyak 18 orang (5,5%). Secara rinci dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
- Pemeriksaan BTA dari Suspek
Dari 322 orang responden di Lapas Kelas IIA Balikpapan yang diwawancara dengan kuisioner dan skrining gejala didapatkan 21 orang (6,5%) suspek yang dilanjutkan dengan pemeriksaan Tes Cepat Molekuler (TCM) di Puskesmas Klandasan Ilir dan hasilnya dari 21 suspek tersebut terdapat 4 orang positif, karena angkanya terlalu kecil sehingga analisis data tidak bisa dilanjutkan ke analisis bivariat.
Pembahasan
Ditemukan kasus positif dengan Tes Cepat Molekuler (TCM) sebanyak 4 orang pada Lapas Kelas IIA Balikpapan tetapi angka prevalensi TB Paru di Lapas Perempuan Kelas IIA Balikpapan masih tinggi yaitu 2,1% yang mereka ditemukan atau terdiagnosis (diskrining) sebelum masuk Lapas tersebut maupun setelah masuk lapas. Faktor-faktor risiko penularan TB pun masih relative tinggi seperti lama tinggal di Lapas > 6 bulan sebesar 73%, kebiasaan meludah sembarangan sebesar 2,8%, tidak pernah imunisasi BCG sebanyak 37,3%, kepadatan hunian >8 m2 sebesar 100%, yang tidak mempunyai ventilasi di kamar/bloknya sebesar 0,6%, pengguna bong sebesar 75,2%, yang mempunyai teman sekamar penderita TB Paru sebesar 3,7% dan riwayat keluarga yang pernah menderita TB Paru sebesar 5,5%.
Penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan daya imunitas rendah dan menyebabkan kematian di Lapas Kelas II A Balikpapan juga masih tinggi yaitu: Prevalensi HIV/AIDS sebesar 0,3%, Prevalensi Hepatitis C sebesar 1,6% dan prevalensi pendeita Diabetes Melitus sebesar 1,2% hal tersebut sejalan dengan data angka 10 penyebab kematian pada narapidana dan tahanan di Indonesia tahun 2011 yaitu HIV/AIDS, penyakit TB, penyakit jantung dan pembuluh darah, penyakit ISPA, penyakit pencernaan, penyakit susunan syaraf, bunuh diri dan gangguan jiwa, Diabetes Mellitus, Hepatitis dan penyakit lain (malaria, penyakit tulang dan gangguan otot) (sumber Rencana Aksi Nasional Pengendalian Tuberkulosis di Rutan, Lapas dan Bapas Tahun 2012-2014, Ditjen PAS Kemenkum HAM RI).
Kesimpulan
- Ditemukan kasus TB Paru positif baru sebanyak
4 orang dengan metode Tes Cepat Molekuler pada Lapas Perempuan Kelas IIA
Balikpapan tetapi angka prevalensi TB Paru di Lapas Perempuan Kelas IIA
Balikpapan masih tinggi.
- Penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan daya imunitas rendah dan menyebabkan kematian di Lapas Kelas II A Balikpapan juga masih tinggi.
Saran/Rencana Tindak Lanjut
Dengan melihat faktor-faktor risiko TB Paru yang masih tinggi maka perlu untuk melakukan desiminasi informasi serta penyuluhan aktif tentang Program Pencegahan Penularan TB Paru di Lapas sekaligus pemantauan serta pengobatan intensif penyakit-penyakit yang berisiko menyebabkan daya tahan tubuh rendah serta kematian di lapas agar kematian akibat penyakit-penyakit seperti TB Paru, HIV/AIDS, Hepatitis dan Diabetes Melitus dapat diturunkan.***